Derajat Hadits Mustajabnya Doa Ketika Hujan
Nabi bersabda: "dua waktu yang doa ketika itu tidak
tertolak, atau sangat sedikit sekali tertolaknya, yaitu: ketika adzan dan
ketika perang saat kedua pasukan bertemu". Terdapat tambahan: "dan
ketika turun hujan"
Dikeluarkan oleh Abu Daud dalam Sunan-nya (2540),
Al Hasan bin Ali menuturkan kepadaku, Ibnu Abi Maryam
menuturkan kepadaku, Musa bin Ya’qub Az Zam’i menuturkan kepadaku, dari Sahl
bin Sa’d ia berkata, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: “dua
waktu yang doa ketika itu tidak tertolak, atau sangat sedikit sekali
tertolaknya, yaitu: ketika adzan dan ketika perang saat kedua pasukan bertemu“.
Musa (bin Ya’qub Az Zam’i) mengatakan: Rizq bin Sa’id bin
Abdirrahman menuturkan kepadaku, dari Abu Hazim, dari Sahl bin Sa’d, dari Nabi
Shallallahu’alaihi Wasallam, beliau bersabda: “dan ketika turun hujan“.
Hadits ini dan ziyadah-nya, juga dikeluarkan oleh Al Baihaqi
dalam Sunan Al Kubra (6459),
Derajat hadits
Mengenai hadits di atas, ringkasnya, hadits ini shahih
dengan jalan-jalannya yang lain. Sebagaimana dishahihkan oleh Al Mundziri (At
Targhib wat Tarhib, 2/262), Ibnu Hajar (Futuhat Rabbaniyyah, 2/137), An Nawawi
(Al Adzkar, 57), Al Albani (Shahih Abi Daud, 2540), dan yang lainnya.
Namun yang menjadi bahasan kita adalah ziyadah (tambahan)
bagi hadits ini, yaitu lafadz: “dan ketika turun hujan“.
[Riwayat 1]
Sanad dari ziyadah
ini memiliki dua masalah:
1.
Terdapat perawi Musa bin Ya’qub Az Zam’i. Para
ulama berselisih kuat mengenai status beliau.
2.
Yahya bin Ma’in mengatakan: “tsiqah”
3.
Ali Al Madini mengatakan: “dha’iful hadits,
munkarul hadits“
4.
Adz Dzahabi mengatakan: “terdapat kelemahan”
5.
Ibnu Hajar mengatakan: “shaduq, lemah
hafalannya”
6.
Ad Daruquthni mengatakan: “tidak dijadikan
hujjah”
7.
An Nasa’i mengatakan: “ia tidak qawiy“
Syaikh Al Albani mengatakan: Kita lihat para ulama
berselisih kuat mengenai status beliau. Syaikh Al Albani mengatakan:
“ia shaduq, buruk hafalannya,
sebagaimana disebutkan dalam At Taqrib. Namun tidak diterima jika ia
bersendirian” (Ats Tsamar Al Musthathab, 1/139).
Terdapat perawi Rizq bin Sa’id bin Abdirrahman, ia perawi
yang majhul. Ibnu Hajar mengatakan: “ia majhul“. Syaikh Al Albani mengatakan:
“Rizq ini majhul, sebagaimana
dijelaskan dalam At Taqrib. Maka jangan terkecoh oleh perkataan Asy Syaukani
dalam Tuhfah Adz Dzakirin, setelah menyebutkan hadits ini dengan ziyadah-nya
dari Abu Daud, ia mengatakan: dikeluarkan pula oleh Ath Thabrani dalam Al Kabir
dan Ibnu Mardawih dan Al Hakim, dan sahanadnya shahih” (Ats Tsamar Al
Musthathab, 1/139).
Namun terdapat mutaba’ah bagi Rizq bin Sa’id bin Abdirrahman
dalam riwayat yang dikeluarkan oleh Abu Nu’aim dalam Hilyatul Auliya (6/343),
dari jalan Abdullah bin Quraisy Ash Shan’ani:
“Abdullah bin Quraisy Ash Shan’ani
menuturkan kepadaku, Abu Mathar (namanya Mani’) dari Malik bin Anas dari Abu
Hazim, dari Sahl bin Sa’d, ia berkata, Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam
bersabda: ‘carilah ijabah doa di gurun-gurun, dan tiga waktu yang doa tidak
tertolak ketika itu: ketika adzan, ketika berada di barisan perang fii
sabiilillah, ketika turun hujan‘”.
Dalam riwayat ini Rizq bin Sa’id bin Abdirrahman
di-mutaba’ah oleh Imam Malik bin Anas yang dimasukkan oleh Imam Al Bukhari
dalam sanad yang paling shahih (yaitu Malik, dari Nafi’, dari Ibnu Umar).
Maka yang tersisa masalah Musa bin Ya’qub Az Zam’i. Sehingga
riwayat ini lemah, namun ringan lemahnya.
[Riwayat 2]
Dan terdapat jalan untuk ziyadah tersebut, yang dikeluarkan
oleh Imam Asy Syafi’i dalam Al Umm (1/289):
“orang yang tidak muttaham telah
mengabarkan kepadaku, Abdul Aziz bin Umar menuturkan kepadaku, dari Makhul,
dari Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: ‘carilah ijabah doa ketika
bertemunya kedua pasukan dalam perang, dan ketika shalat ditegakkan dan ketika
turunnya hujan‘”.
Sanad riwayat ini
juga lemah, karena memiliki 2 masalah:
Terdapat perawi yang mubham, yaitu Syaikh-nya Asy Syafi’i
yang meriwayatkan hadits ini kepada beliau. Dan Asy Syafi’i pun tidak
menegaskan Syaikh-nya tsiqah ataukah tidak. Hanya disebutkan “orang yang tidak
muttaham“.
Sanad ini mursal, karena Makhul adalah tabi’in, tidak
berjumpa dengan Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam.
Namun riwayat ini menjadi tersambung (muttashil) jika
disandingkan dengan riwayat yang dikeluarkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam
Mushannaf-nya (19512),
“Muhammad bin Bisyr menuturkan
kepadaku, Abdul Aziz bin Umar menuturkan kepadaku, Yazid bin Yazid bin Jabir
menuturkan kepadaku, dari Makhul, dari sebagian sahabat Nabi Shallallahu’alaihi
Wasallam bahwa doa dianjurkan ketika turun hujan, dan ketika shalat ditegakkan,
ketika bertemunya kedua pasukan dalam perang, dan ketika turunnya hujan‘”.
Adapun Abdul Aziz bin
Umar, ia diperselisihkan statusnya.
1.
Ibnu Hajar mengatakan: “ia shaduq dan sering
salah”.
2.
Adz Dzahabi mengatakan: “ia termasuk para ulama
yang tsiqah“
3.
Imam Ahmad mengatakan: “ia bukan termasuk orang
yang hafalannya kuat dan cermat”
4.
Yahya bin Ma’in menganggapnya tsiqah
Maka wallahu a’lam yang tepat Abdul Aziz bin Umar statusnya
tsiqah. Andai pun dianggap ia termasuk perawi yang “ia shaduq dan sering
salah”, riwayat ini bisa dijadikan i’tibar.
[Riwayat 3]
Terdapat jalan lain, dari sahabat Abu Umamah
radhiallahu’anhu. Dikeluarkan oleh Al Baihaqi dalam Ma’rifatus Sunan wal Atsar
(7239-7240), dari jalan Muhammad bin Ibrahim Al Busyanji:
“Muhammad bin Ibrahim Al Busyanji
menuturkan kepadaku, Al Haitsam bin Kharijah menuturkan kepadaku, Al Walid bin
Muslim menuturkan kepadaku, dari ‘Ufair bin Ma’dan ia berkata, Sulaim bin Amir
menuturkan kepadaku, dari Abu Umamah, dari Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam,
beliau bersabda: ‘pintu-pintu langit dibuka dan doa diijabah pada empat waktu:
ketika bertemunya pasukan (ketika perang), ketika turun hujan, ketika shalat
ditegakkan dan ketika melihat Ka’bah‘”.
Riwayat ini lemah
karena memiliki 2 masalah:
1.
Terdapat ‘an’anah dari Al Walid bin Muslim yang
merupakan mudallis.
2.
Terdapat Ufair bin Ma’dan yang statusnya
munkarul hadits.
·
Imam Ahmad mengatakan: “dha’if, munkarul hadits”
·
Yahya bin Ma’in mengatakan: “laysa bi syai’in“
·
Ibnu Abi Hatim mengatakan: “dha’iful hadits, ia
banyak meriwayatkan riwayat yang palsu dari Sulaim bin Amir dari Abu Umamah
dari Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam, jangan disibukkan dengan periwayatan
darinya”
·
Abu Daud mengatakan: “ia seorang Syaikh yang
shalih, namun dhaiful hadits”
·
Ibnu ‘Adi mengatakan: “keumuman riwayatnya tidak
mahfuzh“
Maka riwayat ini lemah dan tidak bisa menjadi i’tibar.
[Riwayat 4]
Terdapat jalan lain dari Abdullah Ibnu Umar
radhiallahu’anhuma. Dikeluarkan oleh Ath Thabrani dalam Ad Du’a (490),
“Sa’id bin Sayyar Al Wasithi
menuturkan kepadaku, Amr bin Aun menuturkan kepadaku, Hafsh bin Sulaiman
mengabarkan kepadaku, dari Abdul Aziz bin Rufai’, dari Salim (bin Abdullah bin
Umar), dari ayahnya ia berkata, Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: ‘pintu-pintu langit dibuka oleh 5 hal: bacaan Al Qur’an,
bertemunya dua pasukan, turunnya hujan, doanya orang yang terzalimi, dan
adzan’“.
Riwayat ini bermasalah pada Hafsh bin Sulaiman, ahli qira’ah
namun ia statusnya matrukul hadits.
1.
Imam Ahmad mengatakan: “matrukul hadits“
2.
Yahya bin Ma’in mengatakan: “tidak tsiqah”
3.
Al Bukhari mengatakan: “para ulama meninggalkan
haditsnya”
4.
Abu Hatim mengatakan: “ia matruk dan tidak
dipercayai haditsnya”
5.
Ibnu ‘Adi mengatakan: “keumuman haditsnya tidak
mahfuzh“
6.
Adz Dzahabi mengatakan: “matrukul hadits
walaupun ia imam dalam qira’ah”
7.
Ibnu Hajar mengatakan: “haditsnya lemah, namun
ia tsabat dalam qira’ah”
Sehingga riwayat ini juga tidak bisa menjadi i’tibar.
Kesimpulan
Dengan melihat jalan-jalan yang ada, dari empat jalan yang
ada hanya dua jalan yang bisa dijadikan i’tibar. Dan dari kedua jalan ini
keseluruhannya, bisa saling menguatkan satu dengan yang lainnya sehingga
terangkat derajatnya menjadi hasan. Maka dapat kita simpulkan bahwa ziyadah
pada hadits di atas hasan sanadnya, insya Allah. Sebagaimana dikatakan oleh
Syaikh Al Albani dalam Shahih Sunan Abi Daud (2290) mengenai hadits ini:
“hadits ini shahih, adapun
ziyadah-nya hasan”.
Demikian juga riwayat dari Makhul. Syaikh Al Albani dalam
Shahih Al Jami’ (1026) menyatakan bahwa riwayat Makhul tersebut shahih.
Dengan demikian, atas dasar riwayat ini kita bisa menetapkan
adanya ijabah doa ketika turun hujan dan anjuran memperbanyak doa ketika itu.
Wallahu ta’ala a’lam.
Sumber: https: muslim
0 komentar: